Rabu, 29 Juni 2016



OTONOMI KAMPUS ADALAH TANGISAN RAKYAT JELATA

OLEH : A.U.M

Dunia pendidikan di jaman modern sepertinya tidak bisa lepas dari arus globalisasi. Perguruan tinggi saat ini tidak bisa memisahkan proses pendidikan dengan faktor-faktor di luar pendidikan, yang dianggap menunjang proses pendidikan itu sendiri. Perguruan tinggi dihadapkan pada perkembangan ekonomi, politik dan sosial masyarakat. Sehingga, seperti diungkapkan Ivan Illich dalam bukunya Bebas dari Sekolah, perguruan tinggi mau tidak mau harus memanajemeni dirinya secara modern layaknya sebuah perusahaan modern. Permasalahan administrasi, manajemen, proyeksi-proyeksi, rencana induk pengembangan, anggaran belanja, efisiensi, kredibilitas, promosi, relasi, bahkan arus penawaran dan permintaan harus terwadahi dalam institusi yang bernama perguruan tinggi.
Sudah sering terjadi, di PTN-PTN yang ada, sistem manajerialnya berjalan ala kadarnya. birokrasi di PTN sering menimbulkan inefisiensi. Inefisiensi ini berimbas pada terbatasnya dana pengembangan sarana dan prasarana pendidikan. Dan otomatis perkembangan proses pendidikan berjalan lambat, bahkan bisa terhenti. Setelah PTN berubah status menjadi badan hukum, PTN dituntut kreativitasnya mencari sumber-sumber dana alternatif yang baru. Seperti terungkap dalam press release Tim Persiapan Otonomi di Perguruan Tinggi, "Sebagai suatu Badan Usaha mandiri, perguruan tinggi dapat mendirikan unit usaha (business units)." Perguruan tinggi di luar negeri membagi unit usahanya menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha yang erat kaitannya dengan fungsi perguruan tinggi dalam Tridharma Perguruan Tinggi(auxiliary enterprises)  dan unit usaha yang relatif tidak berkaitan langsung dengan Tridharma Perguruan Tinggi (commercial ventures).
Selanjutnya, Unit usaha di dalam kampus seperti kantin, toko buku, gelanggang olahraga dan asrama dapat dikategorikan sebagai auxiliary enterprises  dan dikelola secara berbaur oleh unit struktural dalam perguruan tinggi. Sedangkan unit usaha seperti pengelolaan hak paten yang dihasilkan oleh penelitian, inkubator teknologi, inkubator bisnis atau bahkan pengelolaan dana abadi harus dikelompokkan sebagai commercial ventures. Keuntungan bersih setelah dipotong pajak merupakan penghasilan perguruan tinggi, yang kemudian dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan Tridharmanya. Unit seperti ini di perguruan tinggi luar negeri umumnya dikelola secara mandiri oleh Majelis, yang terpisah dari pengelolaan perguruan tinggi.
Hal diatas yg di coba di terapkan di PTN yang ada di Indonesia, Dalam pengembangan sumber-sumber dana alternatif ini kampus mempersilahkan para pengusaha ke dalam kampus, baik lokal maupun multi national corporation. Jadi tidak tertutup kemungkinan nantinya perusahaan akan  menyewa salah satu gedung untuk menjadi lahan bisinisnya dalam kampus , atau misalkan lagi disewakan pada kaum kapitalis untuk membuka ruangnya dalam kampus (KFC,  Mc Donald’s Pizza Hut, CFC).
Dan akhirnya Orientasi perguruan tinggi yang terjadi bukan lagi berbicara tentang wacana-wacana keintelektualan tetapi berubah menjadi Orientasi bagaimana mendapat dana sebesar-besarnya demi alternatif biaya pendidikan dan hal ini dapat berdampak pada aktivitas-aktivitas mahasiswa dalam kampus. Mengapa hal itu bisa terjadi karena Negara telah melepas tanggung jawabnya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Otonomi Kampus adalah Tangisan Rakyat Jelata, itu adalah jeritan suara-suara yang menggema dari pelosok desa-desa di nusantara, yang menginginkan derajat yang sama dengan orang-orang yang bergelimpangan harta. Yang masih bisa menikmati indahnya pendidikan (sekolah, kuliah), pacaran, nonton bioskop, makan dan minum di ruang-ruang kapitalis (Mc Donals,Pizza Hut, Kfc, Cfc)  dan menghabiskan waktu di Mall berbelanja sepuasnya. Tapi orang yang tak mampu tidak pernah mengalami hal-hal yang dialami diatas, mereka bergelut dengan kemiskinan dan terinjak oleh badai-badai keangkuhan kota.
Pernahkah terbesit dalam fikiran kita bagaimana nasib anak-anak tak mampu tersebut dengan otonomi kampus, sebelum berlakunya otonomi pun mereka tidak dapat menikmati apa yang disediakan oleh Negara. Apalagi setelah diberlakukan otonomi yang berakibat pada mahalnya biaya pendidikan tinggi. Lalu dimana mereka harus menerima pendidikan yang layak…? Apakah Negara mempersiapkan mereka menjadi budak-budak dunia…?
Wajah indonesia sebenarnya dapat dilihat dari para wajah pendidikan di Indonesia, ,tidak Percaya diri, selalu ingin disanjung oleh atasan (pemerintah), dan melarat secara mental. Itulah Indonesia. Saya malahan curiga kepada para dosen bahwa mereka tidak pernah brfikirr nasib rakyat hari ini, yang dipikirkan adalah diri sendiri yang ingin tetap dipuja oleh masyarakat dengan hasil-hasil penelitiannya yang tidak pernah berimbas ke rakyat sama sekali.
Bagi Mahasiswa Indonesia, Ingat otonomi kampus sudah didepan mata, Baca Undang-undang Otonomi kampus agar tahu bahwa pendidikan biaya tinggi sudah diberlakukan, benar itu tidak terjadi pada kita tetapi itu akan terjadi pada adik-adik kita, teman-teman dekat kita, anak-anak kita nanti. Belum lagi kita bicara tentang saudara kita yang berada digaris paling bawah (Petani, Buruh, Kaum Miskin Kota) yang sementara ini tidak pernah mendapatkan pendidikan yang layak bagi kemanusiaaan. mari kita bersama bahu-membahu menegakkan kepala bagi penindas dan menundukkan kepala bagi yang tertindas.

“DIAM TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN SEBAB MUNDUR ADALAH PENGHIANATAN “

Tidak ada komentar:

Posting Komentar