OTONOMI KAMPUS ADALAH TANGISAN RAKYAT JELATA
OLEH : A.U.M
Dunia
pendidikan di jaman modern sepertinya tidak bisa lepas dari arus globalisasi.
Perguruan tinggi saat ini tidak bisa memisahkan proses pendidikan dengan
faktor-faktor di luar pendidikan, yang dianggap menunjang proses pendidikan itu
sendiri. Perguruan tinggi dihadapkan pada perkembangan ekonomi, politik dan
sosial masyarakat. Sehingga, seperti diungkapkan Ivan Illich dalam bukunya
Bebas dari Sekolah, perguruan tinggi mau tidak mau harus memanajemeni dirinya
secara modern layaknya sebuah perusahaan modern. Permasalahan administrasi,
manajemen, proyeksi-proyeksi, rencana induk pengembangan, anggaran belanja,
efisiensi, kredibilitas, promosi, relasi, bahkan arus penawaran dan permintaan
harus terwadahi dalam institusi yang bernama perguruan tinggi.
Sudah
sering terjadi, di PTN-PTN yang ada, sistem manajerialnya berjalan ala
kadarnya. birokrasi di PTN sering menimbulkan inefisiensi. Inefisiensi ini
berimbas pada terbatasnya dana pengembangan sarana dan prasarana pendidikan.
Dan otomatis perkembangan proses pendidikan berjalan lambat, bahkan bisa
terhenti. Setelah PTN berubah status menjadi badan hukum, PTN dituntut
kreativitasnya mencari sumber-sumber dana alternatif yang baru. Seperti terungkap
dalam press release Tim Persiapan Otonomi di Perguruan Tinggi, "Sebagai
suatu Badan Usaha mandiri, perguruan tinggi dapat mendirikan unit usaha
(business units)." Perguruan tinggi di luar negeri membagi unit usahanya
menjadi dua kelompok, yaitu unit usaha yang erat kaitannya dengan fungsi
perguruan tinggi dalam Tridharma Perguruan Tinggi(auxiliary enterprises) dan unit usaha yang relatif tidak berkaitan
langsung dengan Tridharma Perguruan Tinggi (commercial ventures).
Selanjutnya,
Unit usaha di dalam kampus seperti kantin, toko buku, gelanggang olahraga dan
asrama dapat dikategorikan sebagai auxiliary enterprises dan dikelola secara berbaur oleh unit
struktural dalam perguruan tinggi. Sedangkan unit usaha seperti pengelolaan hak
paten yang dihasilkan oleh penelitian, inkubator teknologi, inkubator bisnis
atau bahkan pengelolaan dana abadi harus dikelompokkan sebagai commercial
ventures. Keuntungan bersih setelah dipotong pajak merupakan penghasilan
perguruan tinggi, yang kemudian dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
Tridharmanya. Unit seperti ini di perguruan tinggi luar negeri umumnya dikelola
secara mandiri oleh Majelis, yang terpisah dari pengelolaan perguruan tinggi.
Hal
diatas yg di coba di terapkan di PTN yang ada di Indonesia, Dalam pengembangan
sumber-sumber dana alternatif ini kampus mempersilahkan para pengusaha ke dalam
kampus, baik lokal maupun multi national corporation. Jadi tidak tertutup
kemungkinan nantinya perusahaan akan
menyewa salah satu gedung untuk menjadi lahan bisinisnya dalam kampus ,
atau misalkan lagi disewakan pada kaum kapitalis untuk membuka ruangnya dalam
kampus (KFC, Mc Donald’s Pizza Hut, CFC).
Dan
akhirnya Orientasi perguruan tinggi yang terjadi bukan lagi berbicara tentang wacana-wacana
keintelektualan tetapi berubah menjadi Orientasi bagaimana mendapat dana
sebesar-besarnya demi alternatif biaya pendidikan dan hal ini dapat berdampak
pada aktivitas-aktivitas mahasiswa dalam kampus. Mengapa hal itu bisa terjadi
karena Negara telah melepas tanggung jawabnya yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Otonomi
Kampus adalah Tangisan Rakyat Jelata, itu adalah jeritan suara-suara yang
menggema dari pelosok desa-desa di nusantara, yang menginginkan derajat yang
sama dengan orang-orang yang bergelimpangan harta. Yang masih bisa menikmati
indahnya pendidikan (sekolah, kuliah), pacaran, nonton bioskop, makan dan minum
di ruang-ruang kapitalis (Mc Donals,Pizza Hut, Kfc, Cfc) dan menghabiskan waktu di Mall berbelanja
sepuasnya. Tapi orang yang tak mampu tidak pernah mengalami hal-hal yang
dialami diatas, mereka bergelut dengan kemiskinan dan terinjak oleh badai-badai
keangkuhan kota.
Pernahkah
terbesit dalam fikiran kita bagaimana nasib anak-anak tak mampu tersebut dengan
otonomi kampus, sebelum berlakunya otonomi pun mereka tidak dapat menikmati apa
yang disediakan oleh Negara. Apalagi setelah diberlakukan otonomi yang
berakibat pada mahalnya biaya pendidikan tinggi. Lalu dimana mereka harus
menerima pendidikan yang layak…? Apakah Negara mempersiapkan mereka menjadi
budak-budak dunia…?
Wajah indonesia sebenarnya dapat dilihat dari para
wajah pendidikan di Indonesia, ,tidak Percaya diri, selalu ingin disanjung oleh
atasan (pemerintah), dan melarat secara mental. Itulah Indonesia. Saya malahan
curiga kepada para dosen bahwa mereka tidak pernah brfikirr nasib rakyat hari
ini, yang dipikirkan adalah diri sendiri yang ingin tetap dipuja oleh
masyarakat dengan hasil-hasil penelitiannya yang tidak pernah berimbas ke
rakyat sama sekali.
Bagi
Mahasiswa Indonesia, Ingat otonomi kampus sudah didepan mata, Baca
Undang-undang Otonomi kampus agar tahu bahwa pendidikan biaya tinggi sudah diberlakukan,
benar itu tidak terjadi pada kita tetapi itu akan terjadi pada adik-adik kita,
teman-teman dekat kita, anak-anak kita nanti. Belum lagi kita bicara tentang
saudara kita yang berada digaris paling bawah (Petani, Buruh, Kaum Miskin Kota)
yang sementara ini tidak pernah mendapatkan pendidikan yang layak bagi
kemanusiaaan. mari kita bersama bahu-membahu menegakkan kepala bagi penindas
dan menundukkan kepala bagi yang tertindas.
“DIAM TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN SEBAB MUNDUR ADALAH
PENGHIANATAN “